Gradasi jingga di langit sore
itu menjadi pemandangan yang terasa begitu nikmat bagi Ran di liburan musim
panasnya. Bagaimana tidak, ia tidak memiliki kegiatan spesial di liburan kali ini.
‘Apa ya yang akan dilakukan Shinichi saat liburan seperti ini? Ahh, mungkin dia
akan liburan ke Hawai atau bagian bumi lain atau mungkin dia menghabiskan
hariharinya dengan membaca novel Holmes. Dasar si gila misteri itu’ gumam Ran
dalam hati. Terbesit di pikirannya mengapa ia tidak ke rumah Shinichi untuk
mampir dan bersih besih? Ran memutuskan ke rumah Shinichi besok pagi.
Ran membersihkan buku-buku berdebu di ruang baca rumah
Shinichi. Perhatian Ran teralihkan oleh sebuah novel yang letaknya lumayan
tinggi. Berusaha Ia menggapainya. Tiba-tiba seorang bertopi, berbaju layaknya
Sherlock Holmes di cerita-cerita, namun parasnya tidak begitu jelas, dating degan
tergesa-gesa. Wajahnya pucat karena letih. Sepertinya ia bukan orang Jepang. Ia
berteriak dengan paniknya dalam bahasa Inggris.
“Mr. Kudo! Mr.Kudo!”
Segera Ran menghampiri tamunya itu. “Shinichi tidak ada di
rumah!”
Kembali orang asing tadi berteriak “Empat! Mereka! Hi-hilang!”.
Lelaki itu jatuh karena pingsan. Ran mendekati pria itu berusaha untuk
menolongnya. Glek. Tib-tiba ruangan menjadi gelap gulita. Muncul secercah
cahaya Semakin lama semakin jelas. Ran mendekai sumber cahaya dan memerhatikan sekitar. Ia tidak mengenal
tempat ini. Dimana ia sekarang? “Ini bukan rumah Shinichi.’gumam Ran
Lelaki paruh baya itu bangun. Sepertinya ia sedikit mengerti
akan hal yang telah terjadi. Ia tersenyum licik.
“Nona, waktumu hanya sampai cahaya itu padam.” Ia mulai berbicara.
“Apa maksudmu? Aku masih punya banyak waktu libur untuk
membereskan rumah Shinichi!” Ran tak mengerti.
“Lekas temukan. Carilah mereka di antara yang pulang hanya dari
daerahku.” Lelaki itu tidak menggubris pertanyaan Ran.
“Tampaknya kau mengerti dengan keadaan ini. Bisa kah kau
jelaskan?” Ran mencoba mendesak secara halus.
“Satu profesi. Mulailah dari seseorang yang ingin Kau
temukan saat ini. Sisanya sesuaikan sendiri. Ingat-ingatlah ini saat dibutuhkan
‘Suara Itu Pasti Indah’. Lalu, lelaki itu mendekati cahaya, parasnya mulai
tampak. Ran berusaha mengenailnya tapi tak bisa.
“Tunggu!” seru Ran.
“Jangan lupa barang bukti.”
Orang itu mengakhiri pembicaraan. Dia menghilang bak ditelan cahaya
meninggalkan Ran yang kebingungan.
“Shinichi, dimana Kau? Hal aneh terjadi di sini. Ini kasus
yang tidak aku mengerti.” Ran mulai menangis.
“Mungkin jika kau di sini, ini hanyalah masalah gampang.”
Ran meneteskan air mata. Drrrt. Drrrt. Hp Ran bergetar. Berharap seseorang
mencarinya sehingga ia bisa meminta bantuan, tapi ternyata hanyalah alarm makan
siang. Ran menyadari bahwa ia tidak mendapat sinyal di tempat ini. Ran memencet
tombol keluar dari aplikasi itu. Muncul wallpaper foto Shinichi. Ran mengerti,
Ia harus menyelesaikan kasusnya sendiri, tidak boleh membebani orang lain, sama
seperti Shinichi.
“Baiklah, ayo kita mulai!” Ran menghapus air matanya.
Mengetik kata-kata drai lelaki tadi. Ia tersenyum tipis, “Tak kusangka,
liburanku diisi dengan hal ganjil seperti ini”. Lekas ia pikirkan maksud
kata-kata orang itu. Empat orang telah hilang. Mungkin mereka orang penting
sampai-sampai ada orang yang repot-repot mau mencari mereka. Siapakah empat
ornag itu dan dimana harus ditemukan? Kembali Ran berusaha meresapi kata demi
kata. Cahaya mulai meredup. “Waktuku tidak banyal.” Ran mulai berkonsentrasi
tinggi.
Kembali ia buka hpnya untuk mencari inspirasi. Muncul
wallpaper foto Shinichi dengan kaos bolanya. Ran tersentak. Sepak bola. “Mengapa
aku bisa lupa kalo momen langka yang ada di tahun ini adalah Piala Dunia?”
Carilah mereka di
antara yang pulang hanya dari daerahku.
Ran berusaha mengingat tim yang sudah tersingkir dari acara
olahraga sejagad itu. Hanya dari daerah lelaki itu berarti mungkin yang ia
maksud hanya dari kawasan Eropa. Ran mengumpulkan nama negara yang didapatnya dan mulai menyusun rencana
kemana ia harus pergi pertama kali.
Suara Itu Pasti Indah.
“Itu dia. Itu urutan negaranya!Lalu siapa yang harus
kutemukan?” Ran mengingat lagi. “Seseorang yang ingin aku temui. Shinichi….
Mungkin orang yang cukup dekat dengan Shinichi.” Ran terdiam. Tak pernah ia
sangka di waktu liburannya, Ran harus menemukan orang yang belum tentu
dikenalnya, dengan informasi alakadarnya. “Begini rasanya main detektif? Tapi
apakah ini pantas disebut permainan?” Tunggu. Detektif.
Ran tau kemana harus pergi dan
siapa yang akan ia temukan. Ran berusaha menggapai cahaya dan dalam sekejap
tiba di lokasi pertama.
Riuh rendah suara pawai kenaikan tahta seorang putra mahkota.
“Seharusnya bukan hal yang sulit menemukannya di tengah
orang Eropa ini.” Ran berusaha menyemangati diri sendiri. Ran berlari kea rah kerumunann
dan menemukan orangn yang dikenalnya. “Dapat!” seru Ran.
“Dapat apa?” ujar pria itu keheranan.
“Aku haris menemukan 3 orang lagi dengan profesi sama
sepertimu. Tapi akutidak tahu siapa lagi.” Ujar Ran meratapi nasib(?)
“Aku pernah menemukan tiga orang lainnya dnegan profesi sama
sepertiku. Ya di pulau itu. Sekolah detektif.” Pria itu membantu Ran. Ia
membisikkan nama-nama tersangka(?) dan menjelaskan ciri khasnya. “Tapi,
seseorang dari uatar telah tewas.” Suaranya merendah. Belum selesai kekagetan
Ran, ia sudah lembali ke tempat semula.
“Terima kasih. Aku tertolong.
Aku tahu kemana aku harus pergi selanjutnya. Ran kembali mendekati cahaya yang
kian meredup.
Sampailah ke salah satu kota mode dunia.
“Mode… Perempuan…Detektif perempuan!” Ran dengan semangat
menjelajahi kota itu. Pemnadangan yang menakjubkan ia nikmati. Seharian penuh
sudah ia habiskan.
“Sebenarnya berada di dunia mana aku ini? Semuanya sungguh
nyata. Orang-orang bahkan sadar akan kehadiranku” ketika Ran sibuk dengan
pikirannya, seseorang berwajah jepan keluar dari butik di depannya. Ran
mengerjar wanita itu.
“Dapat!” seru Ran dengan semangat. Mereka terdiam. Ran akhirnya angkat bicara “Kau…detektif kan?”
“Detektif yaa? Hahaha dulu aku pernahbermain sekolah
detektif, tapi huahaha jangan bercanda. Aku ini bukan detektif. Aku bukan
detektif sungguhan.” Ran terdiam.
“ Seharusnya kau berhati-hati denganku. Aku ini pembunuh”
ujar perempuan itu dengan suara yang direndahkan.
“Ini cindera mata untukmu karena kau mengingatku sebagai
detektif. Sepertinya kau lebih muda dariku. Sudahkah kau puas mengelilingi kota
ini? Entah kapan lagi kau bisa ke sini” perempuan itu berkedip dan berlalu.
Yap, perempuan itu benar. Ran sampai letih mengelilingi kota
ini karena penasaran. Tanpa disadari Ran kembali ke tempat ia memulai
segalanya.
“Oh ke sini lagi yaa. Aku
berharap sudah berada di rumah sekarang.”keluh Ran. Cahaya kian meredup. “Bertahanlah!
Setengah jalan lagi!” ucap Ran.
Ran kini berada di bangku penonton penampilan opera. Sungguh megah dan terhormat. Tapi, ia terusik dengan orang si sebelahnya sedang berbisik sesame mereka. Ran berusaha mencuri dengar. Seseorang dri bangku VVIP berdiri, berjalan menuju pintu keluar. Ran langsung bertindak.
“Mengapa kau beraninya keluar dari pertunjukan terhormat
ini?”
“Oh sungguh memalukan. Tidakkah mereka sadar peran pembantu
yang ia mainkan tidak layak untuk panggung semacam itu.”
‘benar. Ia orang yang perfeksionis.’ gumam Ran.
“Lantas apa urusanmu denganku?
Kau menunggu pacarmu yang tak kunjung datang?” Tanya orang itu menyadarkan
lamunan Ran. “Apa karena kehabisan tiket? Ini ambil tiketku untuk pacarmu itu. Golden Ticket hanya untuk 10 pembeli
pertama. Terjual habis dalam waktu 30 detik secara online. Aku pembeli ketiga.
Lelaki itu pergi.
Ran kembali ke tempat cahaya yang sudah redup.
“Tidak! Jangan mati! Seorang
lagi!” Ran panik. “Jika seseorang itu tekah tiada, lantas siapa lagi yang
berprofesi sama? Shinichi tolong akuuuu!!” Cahaya kian redup. “Shinichi….” Ran
tidak dapat berpikir jernih. Ia pun dimakan cahaya. Terlempar tak tentu arah.
Terbayang olehnya wajah Shinichi.” Jangan-jangan yang terakhir adalah….”
Ran terbangun.Ternyata ia tertidur di atas novel yang dibacanya.
“Ternyata hanya mimpi. Syukurlah!” Ran mengelus dada. Segera
ia tutup novel tadi. Tersadar ada sesuatu tersandar di kursinya. “Ini, tas
dengan cindera mata dari wanita itu?” Ran mencoba merogoh saku celananya “Golden Ticket opera?” Buru-buru Ran
meletakkan novel dan bergegas pulang.\
“Hai darimana saja kau tiga hari ini Ran?” Ayahnya
bertanya-tanya.
‘Tiga hari? Aku berpergian selama tiga hari?’ Ran berusaha
memasukkan kejadian dengan logikanya.
“Hei Ran, bungkusan apa itu? Kemana saja kau?” Kembali
ayahnya bertanya menyadarkan Ran dari lamunannya.
“Aku dari liburan ke Eropa.” Ucap Ran tersenyum pada diri
sendiri dan memasuki kamar.